Pers Birama (11/3/2025) – Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) adalah dokumen yang dikeluarkan pada 11 Maret 1966 oleh Presiden Soekarno yang memberikan wewenang kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu guna memulihkan keamanan dan ketertiban di Indonesia pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965. Isi Supersemar mencakup tiga poin perintah Soekarno :
Pertama, mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk menjamin keamanan, ketenangan, serta kestabilan jalannya pemerintahan dan revolusi.
Kedua, menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Presiden.
Ketiga, menjamin kestabilan jalannya pemerintahan.
Peringatan Supersemar dilakukan untuk mengenang peristiwa bersejarah tersebut. Supersemar dianggap sebagai titik balik dalam sejarah Indonesia karena memberikan dasar bagi Soeharto untuk mengambil alih kepemimpinan nasional yang kemudian mengantarkan pada transisi menuju Orde Baru. Peringatan ini bertujuan untuk mengingatkan generasi penerus tentang pentingnya menjaga stabilitas dan keamanan negara, serta memahami dinamika politik yang terjadi pada masa itu.
Peristiwa Supersemar melibatkan lima tokoh penting dalam sejarah Indonesia. Presiden Soekarno adalah pihak yang mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret yang memberikan mandat kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil langkah-langkah guna memulihkan keamanan dan ketertiban negara pasca-G30S 1965. Selain itu, tiga perwira tinggi TNI, yaitu Mayor Jenderal Basuki Rahmat, Brigadir Jenderal M, Jusuf, dan Brigadir Jenderal Amir Machmud, turut berperan dalam proses penyampaian dan penyaksian penandatanganan surat tersebut. Dalam situasi politik yang tegang, ketiga jenderal menemui Soekarno untuk menyampaikan desakan agar diambil langkah cepat dalam mengatasi ketidakstabilan negara.
Peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru membawa perubahan signifikan dalam kebijakan politik dan ekonomi Indonesia. Pada masa Orde Lama, perekonomian bersifat sosialis tertutup atau komunis dengan tantangan inflasi tinggi dan ketidakstabilan ekonomi. Sebaliknya, Orde Baru mengadopsi pendekatan ekonomi yang lebih terbuka, berfokus pada stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi melalui industrialisasi dan investasi asing. Namun, meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, Orde Baru juga ditandai oleh pembatasan hak-hak rakyat, dengan jumlah partai politik dibatasi hanya tiga dan kebebasan pers yang sangat terbatas.
Supersemar tidak hanya menjadi momen peralihan kekuasaan, tetapi juga memberikan dampak yang masih dirasakan oleh bangsa Indonesia hingga saat ini. Perubahan sistem pemerintahan yang lebih terstruktur pada masa Orde Baru telah membentuk fondasi pembangunan di berbagai sektor termasuk ekonomi, pendidikan, dan infrastruktur. Meskipun pada akhirnya pemerintahan Orde Baru berakhir akibat krisis ekonomi dan tuntutan reformasi, dampaknya tetap membekas dalam sistem politik dan birokrasi Indonesia saat ini.
Supersemar menjadi salah satu peristiwa penting yang menandai perubahan besar dalam sejarah politik Indonesia. Dampaknya terus dikaji sebagai pembelajaran bagi generasi mendatang dalam memahami dinamika kekuasaan dan stabilitas negara.

Penulis: Iqbal Hapidin Febrian
Sumber: Detik, RRI, DPMD Paserkab, iNews
Foto: IKPNI, Tempo, WikiMedia, ValidNews, WestJavaToday
Redaktur: Dandry Arifin